Siasatinfo.co.id Berita Merangin – Modus Pungli berkedok uang komite sekolah terjadi pada SMKN 11 di Kabupaten Merangin semakin brutal dan meresahkan para walimurid. Dan bahkan mengancam ketenangan, kenyamanan para Siswa menimba ilmu pendidikan.
Hasil dari kedok praktik Pungli ini, kuat dugaan aliran dan percikan uangnya dinikmati para pengurus komite dan Kepsek Cs tanpa rasa belas kasihan terhadap Siswa
Tak heran jika wali murid mengeluhkan adanya pemerasan terselubung terhadap Siswa dengan dalih partisipasi pendidikan. Nominal yang dipatok senilai Rp 80.000 per Siswa.
Informasi berhasil dihimpun Siasatinfo.co.id, dari beberapa sumber walimurid mengungkapkan, bahwa praktik pungli berkedok Komite Sekolah sangat meresahkan dan terpaksa membayar uang iuran tersebut.
“Kami dipaksa bayar, atau anak kami tak dapat ikut PKL atau Magang,” ucapnya.
Diterangkan sumber inisial K, mereka menghadiri rapat yang di undang langsung oleh kepala sekolah Suaidi, M.Pdi, dengan nomor surat 421.3/069/SMKN.11/2025, tentang rapat persiapan PKL pada Jum’at (23/5/25), pukul 08:30 WIB.
Salah seorang wali murid lainnya juga mengeluh, apa hubungannya Kepala sekolah dengan iuran komite jika tidak pungutan tersebut terencana bersama.
“Seharusnya jika rapat tersebut mengenai tunggakan komite tentunya undangan tersebut di layangkan oleh komite,”ujarnya.
Tak berhenti di situ, dugaan ancaman terhadap siswa pun dilakukan secara sistematis. Menurut K , anaknya tidak akan diizinkan magang dan selalu di permalukan di ruang kelas dampak dari belum melunasi iuran komite.
Kejahatan dengan modus dugaan pungutan mengikat tersebut tidak tanggung-tanggung.
“Jika di kalkulasikan dengan jumlah siswa sebanyak 154 orang dengan 80 Ribu/bulan persiwa tentu angka tersebut mencapai Rp 147. 840.000 ( Rp.147,8 Jutaan).
Ini hasil pihak sekolah menggerogoti 154 Siswa dalam kurun waktu satu tahun. Uang tersebut diduga mengalir ke kantong Kepsek dan kroninya,”ujarnya.
K menyebut bahwa ini bukan sekadar soal nominal, tapi pelanggaran berat terhadap hak pendidikan. “Ini bukan soal nominal semata, tapi soal keadilan. Anak-anak jadi korban. Mereka ditekan untuk membayar padahal belum tentu semua orang tua mampu,” katanya.
Ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya Selasa siang (17/6/25), kepala sekolah Suaidi, M.Pdi justru berlindung dan bertopeng di balik komite.
Kepsek berdalih tidak tahu soal komite mereka yang mengadakan rapat sendiri,” dalihnya.
Namun akhirnya di akuinya kalau hasil pungutan ratusan juta tersebut untuk bayar honor guru.
“Sekolah ini kalau mau maju tidak ada yang gratis, semua di bayar, siapa yang datang pengawas dan sebagainya tentu menggunakan uang itu untuk saya bagi bagikan” ujar suadi di hadapan awak media.
Dari informasi yang dihimpun, pihak sekolah dan komite diduga tidak merinci kegunaan uang tersebut, karena tidak masuk akal gaji honorer mencapai Rp 147.840.000 (Rp.147,8 Jutaan).
Namun penggunaan anggaran tidak pernah disampaikan secara transparan kepada seluruh wali murid. Tidak ada bukti audit. Tidak ada kesepakatan tertulis. Tidak ada sistem akuntabilitas guru yang di bayar itu berapa orang.
Bahkan ironisnya, bermodus kan pungutan komite sekolah tidak semua wali murid menyetujui besaran iuran tersebut.
“Banyak yang merasa tertekan, namun takut bersuara. Karena khawatir anak mereka dikucilkan, dibully dan parahnya Siswa terancam tidak diluluskan,”ujar sumber mengeluh. (Bay)