Sekwan DPRD Kerinci Disinyalir Terlibat Kasus SPPD Fiktif Berjamaah Dewan

0

Siasatinfo.co.id Berita Kerinci – Setelah viral kasus berjamaah dugaan fiktif dan penyalahgunaan Anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) melibatkan 18 anggota Dewan Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi mulai berbuntut panjang.

Sebab, dengan kasus SPPD Fiktif berjamaah yang melibatkan banyak anggota DPRD Kerinci tentu batu sandungan bagi Sekwan, Jondri Ali selaku pengguna anggaran keuangan di Kantor Dewan dan dapat dilirik penegak hukum.

Diketahui, sekitar 18 orang anggota DPRD Kabupaten Kerinci periode 2019-2024 diduga kuat terlibat kasus Perjalanan Dinas Fiktif yang berindikasi merugikan keuangan Negara di Sekretariat Dewan Kerinci Senilai Ratusan Juta Rupiah itu, sontak bikin heboh.

Hingga kini masih mendapat perhatian serius masyarakat Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, karena Wakil rakyat yang mereka nilai bersih dan jujur tersandung kasus dugaan Korupsi berjamaah dengan modus SPJ yang terendus dalam merekayasa SPPD para PNS di internal Sekwan.

Berdasarkan hasil investigasi Siasatinfo.co.id, terdapat 18 anggota DPRD Kabupaten Kerinci diduga kuat terlibat dalam kasus Perjalanan Dinas Fiktif, Kelebihan Bayar Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Pembayaran Perjalanan Dinas Ganda yang berindikasi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 174 juta, disinyalir melibatkan oknum Sekwan.

Informasi yang diterima media ini, bahwa Perjalanan Dinas tidak dilaksanakan oleh 18 anggota DPRD Kabupaten Kerinci dan kasus tersebut menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-Ri) Perwakilan Provinsi Jambi.

Adapun ke 18 anggota DPRD Kabupaten Kerinci yang diduga terlibat kasus Perjalanan Dinas Piktif yaitu : 1. AP, 2. ED, 3. AR, 4. AD, 5. AW, 6. AS, 7. DS, 8. DA, 9. IR, 10. JE, 11. LB, 12. RU, 13. MY, 14. MS, 15. MZ, 16. SBD, 17. SP, 18. ST.

Menurut Praktisi Hukum Viktor, SH MH yang Saat dimintai tanggapapan mengatakan, bahwa kasus dugaan SPPD Fiktif itu sudah termasuk manipulatif, dalam kegiatan perjalanan dinas harus sesuai dengan peruntukkan.

“Itukan sudah termasuk manipulatif, sementara dalam kegiatan melakukan perjalanan dinas itu harus sesuai peruntukannya,”ujar Viktor.

Lanjutnya, kasus pembuatan SPPD yang tidak sesuai peruntukkan merupakan pelanggaran hukum dan bisa dimaknai sebagai bentuk kerugian negara.

Sebagaimana termaktub dalam peraturan menteri keuangan 113/PMK-05/2012, diganti dengan PMK no 119 tahun 2023,  Pasal 23 mengatur pejabat yang berwenang.

Pegawai Negeri Sipil, pegawai tidak tetap yang melakukan perjalanan dinas bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang diderita Negara, sebagai akibat dari kesalahan, kelalaian atau kealpaan yang bersangkutan dalam hubungannya dengan perjalanan dinas.

“Ini juga bisa dikatakan bentuk kesalahan atau penyelewengan keuangan Negara dan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Karena asas pengelolaan keuangan negara salah satunya Asas keterbukaan,”ucapnya.

Victor juga menjelaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36. Peraturan menteri keuangan, apabila asas ini dilanggar maka dapat dikatakan perbuatan tersebut pelanggaran hukum

Ditambahnya, dalam hal ASN dalam tekanan atasan dan tidak dalam persetujuannya, menurut Viktor, bahwa Kalau bukan atas persetujuan nya tidak perlu diminta pertanggungjawabannya.

“Berarti yang mengambil keputusan yang bertanggung jawab, kalau pimpinan nya yang mengambil keputusan maka pimpinan nya yang bertanggung jawab, Artinya hanya dipakai namanya untuk terwujudnya tujuan pencairan uang perjalanan dinas tersebut, kecuali dia menyetujuinya,”tutupnya.

Sebagaimana diketahui bahwa staf sekretariat DPRD Kabupaten Kerinci memberikan informasi soal adanya dugaan pembuatan SPPD Fiktif di DPRD Kabupaten Kerinci. Kicauan staf tersebut lantaran dia merasa dirugikan atas pencatutan namanya.

Terkait dugaan SPPD Fiktif ini, Sekwan DPRD Kabupaten Kerinci Jondri Ali belum diperoleh keterangannya hingga berita ini dipublish Siasatinfo.co.id. (Mul/Wan/Red)