Siasatinfo.co.id, Tanjab Timur – Proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama Rantau Rasau di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, kembali menjadi sorotan tajam publik. Rumah sakit yang menelan anggaran fantastis sebesar Rp43,4 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) melalui sumber dana APBD Tahun 2023, baru beroperasi pada November 2024, namun sudah menunjukkan kerusakan fisik serius.
Dinding yang retak, plat dag beton yang bermasalah, serta atap yang bocor seolah menampar integritas proyek strategis ini. Namun persoalan tak berhenti di situ. Di balik nama perusahaan pelaksana, PT Belimbing Sriwijaya, publik dikejutkan oleh fakta bahwa perusahaan ini memiliki riwayat pelanggaran kontrak berat.
Berdasarkan data dari Inaproc.id yang dikutip Kamis (26/6/2025), PT Belimbing Sriwijaya pernah dijatuhi sanksi daftar hitam oleh instansi pemerintah. Dalam deskripsinya tertulis: “Penyedia yang tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa.”
Sanksi itu berlangsung selama satu tahun, 2 Maret 2022 hingga 1 Maret 2023, atas proyek pembangunan Polder Pengendalian Banjir Jalan Pemuda di Tanjung Pinang, Kepri, dengan nilai pagu lebih dari Rp22 miliar di bawah Kementerian PUPR. Ironisnya, hanya dua bulan setelah sanksi berakhir, PT Belimbing Sriwijaya justru berhasil memenangkan tender proyek besar lainnya – yakni Pembangunan Rumah Sakit Pratama Rantau Rasau.
Pertanyaan besar pun menyeruak: bagaimana perusahaan dengan riwayat pelanggaran berat bisa lolos dan memenangkan proyek sebesar ini dalam waktu yang begitu singkat? Adakah celah dalam sistem lelang, ataukah ada pembiaran dalam proses evaluasi?
Kondisi fisik bangunan rumah sakit pratama rantau rasau yang memprihatinkan pun tidak dibiarkan begitu saja. Pada 21 Februari 2025, tim dari Polda Jambi bersama para ahli dari ITS Surabaya turun langsung ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan teknis menyeluruh. Pemeriksaan dilakukan dengan peralatan profesional seperti Concrete Hammer Test dan uji coring untuk mengambil sampel kekuatan beton di berbagai titik.
Namun, hingga kini belum ada hasil resmi yang diumumkan ke publik. Bekas pengecekan teknis di Gedung A (IGD) dan Gedung B (Pelayanan) sempat terlihat, namun tertutup kembali dengan semen dan triplek. Tidak adanya keterangan lanjutan dari pihak ITS maupun kepolisian, membuat keraguan dan spekulasi liar berkembang di masyarakat.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana negara. Jika dugaan kerusakan bangunan terbukti akibat kelalaian atau pelanggaran teknis, apakah akan ada tindakan tegas? Ataukah kasus ini akan berakhir sunyi seperti banyak proyek bermasalah lainnya?
Diketahui, proyek ini dilaksanakan oleh PT Belimbing Sriwijaya bersama KSO PT Bukit Telaga Hasta Mandiri, dengan pengawasan dari PT Kalimanya Exspert Konsultan. Proyek ini bahkan masuk dalam Pengawalan Proyek Strategis (PPS) oleh Kejaksaan Negeri Tanjung Jabung Timur – ironis, mengingat kondisi bangunan yang justru menunjukkan gejala kegagalan dini.
Hingga berita ini diturunkan, pihak konsultan pengawas belum memberikan tanggapan resmi. Awak media terus berupaya menghubungi untuk mendapatkan kejelasan. Sebab, pengawasan yang lemah bisa menjadi kunci dari lemahnya kualitas pekerjaan.
Kini publik hanya bisa menanti: apakah proyek ini akan menjadi pelajaran tegas tentang pentingnya rekam jejak penyedia dalam proyek negara, atau justru menjadi contoh lain dari sistem yang terlalu mudah melupakan riwayat pelanggaran? (firdaus.f)