Siasatinfo.co.id, Berita Nasional – Hari ini Kamis 15 Juni 2023, permohonan ke Mahkamah Konstitusi yang menginginkan sistem proporsional Pemilu secara tertutup diterapkan pupus sudah karena dimentahkan oleh putusan MK.
Sidang ini dihadiri oleh delapan hakim konstitusi di antaranya Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Manahan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan Guntur Hamzah. Satu Hakim sedang bertugas di luar Negeri.
Pasalnya, hasil Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017, tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional terbuka.
Artinya, dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka tidak sistem tertutup.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap hakim ketua Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6).
Mahkamah mempertimbangkan implikasi dan implementasi penyelenggaraan pemilu tidak semata-mata disebabkan oleh pilihan sistem pemilu.
Dikatakan Hakim konstitusi Sadli Isra mengatakan dalam setiap sistem pemilu terdapat kekurangan yang dapat diperbaiki dan disempurnakan tanpa mengubah sistemnya.
Menurut Sadli Isra, perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek, mulai dari kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi.
Putusan ini diwarnai pendapat berbeda atau dissenting opinion dari satu hakim, yaitu hakim konstitusi Arief Hidayat.
Adapun permohonan uji materi diajukan pada 14 November 2022. MK menerima permohonan dari lima orang yang keberatan dengan sistem proporsional terbuka. Mereka ingin sistem proporsional tertutup yang diterapkan untuk Pemilu tahun 2024 kedepan.
Dengan sistem proporsional tertutup, pemilih tidak bisa memilih calon anggota legislatif langsung. Adapun pemilih hanya bisa memilih partai politik, sehingga partai punya kendali penuh menentukan siapa yang duduk di parlemen.
Para pemohon terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok). Mereka memilih pengacara dari kantor hukum Din Law Group sebagai kuasa.
Menariknya, dari seluruh Parpol di DPR, hanya PDIP yang ingin sistem proporsional tertutup diterapkan. Sementara Parpol-parpol lainnya tetap meminta agar MK tidak mengubah sistem pemilu.
Mayoritas partai politik menegaskan sistem pemungutan suara yang dipakai dalam pemilu adalah kewenangan pembuat undang-undang yakni presiden dan DPR.
Karena itu, mereka merasa MK tidak berwenang untuk mengubahnya lewat putusan uji materi tetapi harus dengan hasil dari paripurna Dewan.(Ynr/Red)