Kegiatan Bimtek dan Studi Banding Kades Keluar Daerah, Menuai Kritikan dari Masyarakat dan perlu di Evaluasi

0

Siasatinfo.co.id Tanjung Jabung Timur – Mencuatnya berbagai sorotan dan kritikan yang dilayangkan diberbagai media, tentunya merupakan tuntutan dalam menyikapi kegiatan Bintek dan Studi Banding yang setiap tahunnya dilakukan oleh Kepala Desa Se – Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Pertanyaannya adalah, apakah kegiatan Bintek dan Studi Banding yang dimaksudkan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat atau kah hanya bermanfaat bagi kepentingan Kepala Desa semata, sementara anggaran yang digunakan untuk kegiatan tersebut sesungguhnya bersumber dari uang rakyat, maka hukumnya wajib untuk di pertanggung jawabkan.

2

Kegiatan Bintek dan Studi Banding tahun 2016 yang lalu dengan mengunjungi salah satu Desa di daerah Lombok yang dinilai telah berhasil mengelola BUMDES melalui kegiatan penggemukan Sapi potong serta pemanfaatan limbah pakan dan kotoran sapi di olah menjadi pupuk organik yang berhasil meningkatkan pendapatan BUMDES.

Arie Suryanto mengatakan, Keterlibatan saya mengikuti rombongan Bintek dan Studi Banding para Kepala Desa, tentunya atas permintaan Panitia dan Dinas PMD Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dimana pada saat itu posisi saya adalah sebagai peninjau sebagai pemerhati Kebijakan Publik Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Banyak pemahaman yang bisa diambil dari kegiatan tersebut untuk di transformasikan di Desa masing – masing, namun semuanya tergantung kemampuan dan Sumber Daya Manusianya ( SDM ) itu sendiri.

Lanjut Arie Suryanto, sebenarnya kita tidak perlu lagi mempermasalahkan tentang daerah yang akan dijadikan lokasi kegiatan Bintek dan Studi Banding, namun yang paling utama adalah bagaimana mereka berhasil mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada di Desa tersebut sehingga mereka mampu menjadi yang terbaik.
Secara geography justru Desa – desa yang ada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur banyak memiliki potensi, namun permasalahan yang saya lihat selama ini, tentunya adalah menyangkut masalah keinginan kuat dari para Kepala Desa dalam melakukan perubahan pola pikir ( main set ) untuk maju. Jujur saya katakan bahwa yang harus di persiapkan adalah moralitas, kualitas dan Sumber Daya Manusia ( SDM ) di nilai sangat rendah sekali apabila melihat kemampuan rata – rata yang dimiliki oleh Desa – desa yang jauh lebih maju, mereka sangat kreatif dan inovatif dalam menyusun suatu perencanaan.

Padahal hampir setiap tahun kegiatan Bintek dan Studi Banding dilaksanakan, namun kenapa belum ada Desa – desa yang menonjol untuk mengimplementasikan hasil kegiatan Bintek dan Studi Banding, seharusnya sudah ada upaya dan langkah – langkah yang harus hasilkan sebagai bagian dari transformasi ilmu pengetahuan yang di dapatkan dari hasil kegiatan Bimtek dan Studi Banding tersebut. Sebenarnya banyak potensi Desa yang seharusnya bisa di kembangkan, namun kenapa tidak ada inovasi yang bisa melibatkan partisipasi masyarakat yang ada di Desa masing – masing.

Menurut Arie Suryanto beberapa waktu yang lalu suatu hal yang wajar, apabila sejumlah pihak mempertanyakan relevansi kegiatan Bintek dan Studi Banding tersebut, karena anggaran yang digunakan bersumber dari uang rakyat yang harus di pertanggung jawabkan kepada publik tentang azaz manfaat dari kegiatan yang dimaksudkan diatas.
Ada dua lembaga yang paling bertanggung jawab di dalam penyelenggaraan Bimtek dan Studi Banding tersebut diantaranya sebagai berikut :

1. Asosiasi Paguyuban Kepala Desa yaitu APDESI, dimana lembaga ini bertanggung jawab dalam memilih daerah yang akan menjadi lokasi Bintek dan Studi Banding. Lembaga ini juga yang bertanggung jawab dalam mencari lembaga yang akan menyelenggarakan Bintek dan Studi Banding termasuk akomodasi, transportasi, tiket dan nara sumber yang mengisi acara Bintek.

2. Dinas PMD Kabupaten Tanjung Jabung Timur melalui Kepala Bidang Pemerintahan Desa merupakan bagian pendamping dari kegiatan Bintek dan Studi Banding tersebut yang merupakan domain dari Pemeritah Desa.

Kesimpulan akhir dari seluruh rangkaian kegiatan Bintek dan Studi Banding yang telah menghabiskan waktu dan anggaran selama lima hari kegiatan dengan memilih ke Daerah Malang sebagai kegiatan awal pembukaan Bintek dan dilanjutkan dengan kunjungan ke Desa Pujon Kidul Malang yang telah berhasil mengelola Desa Wisata dan pengelolaan keuangan berbasis aplikasi, dimana PAD Desa yang berhasil mereka kumpulkan adalah sebesar Rp. 2,7 milyar pertahun sebagai income Bumdes yang mampu menyerap tenaga kerja dari Desa itu sendiri sebanyak 400 pekerja dengan rata – rata pengasilan adalah sebesar Rp. 1 juta perbulan. Semua sistem pelaporan dan update data menggunakan aplikasi data melalui web yang mereka miliki.

BUMDES yang mereka miliki tidak melayani sistem simpan pinjam, namun yang mereka lakukan adalah pengelolaan potensi dengan melibatkan BNI dalam mengelola CSR untuk pengelolaan Sampah, Air Bersih sampai pada bagaimana menghandel masyarakat yang kurang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan berapa jumlah ibu – ibu yang melahirkan bulan ini sampai bulan berikutnya terpantau secara update. untuk mengelola data – data tersebut, pihak Pemerintah Desa Pujon Kidul Malang merekrut Pemuda dan Pemudi yang ada di Desa tersebut di berikan pelatihan untuk belajar dan mendalami tentang tehnologi IT sebagai operator yang bisa diakses langsung oleh seluruh masyarakat yang ada di Desa tersebut, terutama yang menyangkut masalah anggaran yang setiap saat dapat di update.

Ini merupakan yang kedua kalinya saya di libatkan dalam kegiatan Bintek dan Studi Banding, dimana menurut saya adalah kegiatan terburuk dan terparah, dimana kegiatan Bintek yang terakhir dilaksanakan di Surabaya setelah selesai melakukan Studi Banding di Desa Pujon Kidul Malang, dimana seluruh peserta di wajibkan hadir, namun mengingat setelah tiba di hotel, banyak peserta tidak dapat menikmati makan malam karena pihak hotel kehabisan nasi, kejadian serupa juga terjadi pada hari pertama ketika dari bandara menuju malang, dimana pihak restoran justru kehabisan nasi. Sangat memalukan sekali, sementara menurut pengakuan salah satu Kepala Desa mereka membayar sebesar Rp. 14 juta perkades, suatu angka fantastis, sementara pelayanan dinilai sangat jauh.

Arie Suryanto mengatakan, setelah malam hari memasuki hotel seluruh peserta harus mengikuti Bintek, dimana waktunya sudah tidak bisa membuat peserta berkonsentrasi, bahkan masih ada dua materi yang harus di paparkan lagi, masing – masing dari pihak Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa. Sementara pemateri terakhir dilakukan setelah kedua nara sumber selesai melakukan pemaparan. Pemaparan terakhir akan di isi oleh saya dengan materi lingkungan hidup, oleh karena waktu sudah menunjukkan pada pukul Jam 23.00 Wib, menurut saya tidaklah tepat mengingat para peserta sudah banyak yang kelihatan lelah dan kecapean dalam perjalanan dari Malang ke Surabaya di tempuh dengan waktu selama 3 jam, sehingga terpaksa saya batalkan, Ujarnya.

Pada hari Jumat tanggal 29 Maret 2019 peserta diumumkan agar pemberangkatan dari Surabaya menuju Jakarta pada pukul Jam 07.00 Wib sudah harus berada di lobby hotel pada pukul Jam 05.00 Wib sudah harus selesai. Akhirnya pada pukul Jam 6.00 Wib seluruh peserta menuju bandara dan anehnya pada jam keberangkatan justru berbeda. Akhirnya kami mendarat di Jakarta pada pukul Jam 11.30 Wib, sementara rombongan lainnya sudah tiba di Jakarta lebih awal. Bahkan untuk makan siang pun luput dari perhatian panitia.

Harapan Arie Suryanto mohon kepada teman – teman semua bahwa Bintek dan Studi Banding kali ini adalah yang terburuk dan terparah. Sudah saatnya Bupati Kabupaten Tanjung Jabung Timur mengevaluasi dan jika perlu tahun depan perlu di tinjau ulang dan yang harus mengikuti Bintek dan Studi Banding adalah Desa yang memiliki prestasi, sehingga ada motivasi untuk saling memajukan Desa. (Faradise)